TAU AH CAPEK

Mungkin gue belum sepenuhnya menjadi anak yang totally sempurna. Tapi memang iya seorang anak harus selalu sempurna untuk orang tuanya?

Ternyata menjadi seorang berlapang dada susah ya. Gue terlahir sebagai anak dengan space rumah yang tidak ada private life, terkadang peristiwa apapun yang terjadi dirumah yang buat gue sakit hati atau ingin meluapkan sesuatu malah jadi kependam.

Hampir 21 tahun lamanya, hanya di titik ketika pandemi ini gue serius merasakan mentality sebagai anak yang tidak pernah mendapat apresiasi diri. Sebenernya gue tidak pernah menuntut apapun dari orangtua tapi apa salah gue sebagai anak merasa segitu sakitnya dengan sebuah perkataan yang I think its not out from parents. 

Gue emang belum bisa menjadi anak yang selalu membantu sepenuhnya pekerjaan rumah. I know, but I think gue tumbuh memang sebagai anak yang tidak pernah diajarkan untuk gesit melakukan itu. At least, rasa itulah yang menjadikan gue tidak bisa bertanggungjawab dengan setiap pekerjaan rumah tangga yang seharusnya bisa gue lakuin.

Tapi perlahan gue mencoba belajar untuk itu, walaupun belum sempurna bahkan masih banyak kurangnya karena diri gue yang sudah kebentuk tidak punya tanggung jawab untuk itu. Di titik ini gue memang sedang berada di fase gue mau melepas diri sama orangtua gue, tapi waktu belum berpihak.

Memilih untuk menjadi anak rumahan sebenarnya tidak semengenakan itu. Gue menjalani hidup menjadi anak  yang tidak ingin menghabiskan uang orangtua gue dengan hal-hal untuk memanjakan diri. Prinsip gue ketika gue masih terikat finansial sama orangtua adalah itu. 

Tapi gue udah dewasa, gue masih aja belum bisa independent finansial. Itu kadang jadi penyesalan buat gue. Rasanya tuh pingin aja keluar cepet-cepet dari rumah, hidup sendiri, merasakan kebebasan diluar sana dengan pilihan gue. Gue memang terlahir di keluarga yang notabene tidak terbuka. Jadi hal itu cuma bisa gue ungkapin lewat sini.

Bahkan bisa semenyakitkan itu ketika ada kritikan untuk gue dari orangtua gue yang I mean itu gak perlu diungkapin. Sepanjang waktu gue dewasa, gue cukup merasakan beban itu. Gue mau keluar dari zona nyaman gue ini, biar gak jadi beban. Gue udah cukup capek menjadi anak rumahan. Gue mau banget suatu saat gue bisa pindah dari rumah ini.

Gue bukan lahir dari keluarga broken, tapi sulit aja gitu jadi anak rumah yang diisi dengan hari-hari biasa aja, lingkungan yang impulsif cukup buat gue capek. Bahkan ruang rumah yang tidak ada private life, keluarga yang tidak pernah heart to heart. NANGIS KAN GUE.

Sebenarnya gue tipe orang yang gapernah mau menceritakan kondisi keluarga gue ke publik. Apalagi memilih buat share disini. Tapi gue lagi sedih perlu ada ruang buat gue ungkapin, ya cuma lewat blog in deh jadi bodoamatlah. Awalnya gue rasa hidup gue baik-baik aja berada di keluarga seperti ini. Tapi tidak juga ya, timbul sisi dimana gue capek kayak sekarang, mau keluar dari ini semua karena kalau gak ya gak bakal berubah.

I think untuk saat ini satu permintaan gue yang selalu gue ucapkan saat berdoa sama tuhan, gue mau sedikit punya waktu untuk gue sendiri menjalani hidup gue sendiri tanpa adanya keterikatan itu. Bukan mau melepaskan keterikatan itu, tapi gue ingin merubah diri gue. Bukan mau menelantarkan mereka yang sudah jagain dan besarin gue sampai sekarang juga. Gue cuma pingin lepas, belajar sendiri mengenal diri gue, keluar dari zona nyaman gue disini yang ternyata bikin mentality gue tidak nyaman. 

Yuk nanti pas kerja kayanya harus ngekost. Fix udah final banget ini mah!


Postingan Populer