Reminder For Me

23:57 - Setelah menonton drama Home Town Cha Cha Episode 15. Bukan lagi sedihnya luar biasa, 3 menit lagi hari episode terakhir drama itu selesai.
Yesh, kalian yang juga nonton drama itu mungkin sangat mengagumi bagaimana tenangnya kehidupan di Gongjin. Bukan hanya visualnya aja dengan lokasinya yang damai, dengan dikelilingi Pantai dan laut tapi bagi gue mengingatkan bahwa itu lah hangatnya kampung halaman dan orang-orang di dalamnya. 

Drama itu menggambarkan bagaimana hangatnya sebuah kampung halaman dan rumah. Gue akui memang kedua hal itu selalu menjadi tempat ternyaman, terlebih bagi gue yang tidak pernah hijrah dari tempat gue lahir sampai-sampai gue tumbuh sebagai Syena yang tidak pernah melepaskan zona nyamannya.


Yesh, beberapa Minggu lalu gue sempat bercerita di blog ini bagaimana sedihnya gue mendapat perlakuan yang gue rasa tidak pantas gue dapatkan dari orang tua. Selama pandemi, dengan kehidupan yang selalu dirumah membuat gue merasakan hal-hal yang tidak pernah gue rasain tentang Keluarga gue.

Memang secara fisik, gue tidak pernah menemukan kekurangan dari keluarga ini. Gue hidup sebagai anak pertama yang dicukupkan. Hak-hak gue sebagai anak, sudah banyak dipenuhi oleh orang tua gue. Mulai dari pendidikan, sandang, dan pangan. Bahkan kebutuhan papan pun terbilang cukup, karena gue bisa tinggal dirumah yang nyaman. 

Beberapa Minggu lalu gue sempet menuliskan bahwa gue kekurangan ruang privasi dirumah, karena memang tempat tinggal gue dan keluarga terbilang sempit untuk 5 orang. Namun, setelah gue pikir kayanya kemarin gue terlalu egois menyebutkan itu. Kurang bersyukur, padahal gue gapernah tahu bagaimana susahnya kedua orang tua gue membangun sebuah tempat tinggal.

Kehidupan di drama tersebut mengingatkan gue untuk kembali bersyukur. Sebuah pelajaran yang dapat gue ambil adalah manusia adalah tempatnya kekurangan. Banyak banget cerita yang diperlihatkan bahwa manusia itu tidak akan pernah puas, sangat rapuh, berpikir pendek, tidak pernah merasa cukup, egois, selalu merasa kesepian, dan lainnya.

Bedanya adalah Hon Do Shik adalah orang yang dapat membawa suasana, berbeda dengan gue yang  gue yang masih menjadi manusia kaku.


Hampir 21 tahun lamanya, gue hidup sebagai Syena dengan zona nyaman gue. Selentingan rasa-rasa tidak nyaman memang selalu gue rasakan sendiri. Padahal gue punya Keluarga banyak, tapi mungkin gue sudah terbentuk menjadi orang yang menahan diri.

Hal yang membuat gue iri dan selalu tersenyum adalah ketika gue melihat Bora yang menangisi Injun karena tidak ingin temannya itu hidup kesepian. Yap, itu yang sedang gue rasain akhir-akhir ini.

Balik lagi, gue sebenarnya punya 24 jam fulltime hidup dirumah. Bertemu dengan orang tua, Keluarga gue yang sama-sama tinggal bersama. Tapi kenapa gue masih merasa kesepian? 
Gue menyadari bahwa dalam Keluarga ternyata sulit ya untuk dapat saling mengungkapkan. Keseharian gue selalu dihiasi dengan perdebatan antara gue, Ibu, sodara kembar gue, dan adek Perempuan gue. Pasti selalu aja ada hal-hal yang membuat kita bersitegang.

Tumbuh bersama Bapak dengan background Jawa, hijrah ke ibukota untuk mengadu nasib masa depan yang baik, ekspresif dalam mengungkapkan rasa sayangnya ke anak. Seorang Ibu dengan background betawi yang selalu ngegas, anak pertama, keras kepala, impulsif. Kedua orang tua gue dikaruniai ketiga anak Perempuan semuanya, alhasil bapak gue sangat khawatir bahkan selalu jadi pemangku untuk segala hal. 

Mereka mengurusi ketiga anak Perempuannya dengan sangat sabar bahkan terbilang manja. Bagaimana tidak, ketiga anak Perempuannya tidak pernah diajarkan merawat rumah. Alhasil, gue Dan Dua saudara Perempuan gue tidak pernah nyuci, menyetrika, apalagi masak.

Ibu gue hidup mengurusi segala kebutuhan apapun untuk ketiga anak Perempuannya. Tapi gue malah menjadi anak yang terus manja, sekarang gue malah menyalakan kondisi gue hidup di Lingkungan yang tak sehat dan mau mencoba keluar dari itu. 

Padahal memang sudah garis dari tuhan gue hidup bersama dengan lebih banyak saudara Perempuan di Keluarga kecil gue. Yap, gue menyadari bahwa gue Dan kedua saudara Perempuan selalu bersitegang dengan ibu karena memang kami sama-sama Perempuan. Gengsinya tinggi, emosinya sering tidak stabil.

Tapi itulah manusia syen, lewat cerita kehidupan di Gongjin gue merasakan bahwa tidak ada yang sempurna dengan kehidupan keluarga. Akan ada lobang hitam yang gapernah terungkap karena selalu inginnya menghadirkan suasana bahagia. Kadang masa dimana kesulitan muncul tanpa kita siapkan, datang begitu saja karena sudah digariskan oleh Tuhan. 

Begitupun di kehidupan gue, terlahir sebagai Perempuan pertama dengan sifat tertutup karena sudah digariskan menjadi keturunan Ibu gue yang juga begitu. Bahkan mungkin, seharusnya gue bisa lebih bersyukur karena gue bisa dapat lebih baik. Kasih sayang begitu lengkap gue dapatkan, berbeda dengan Du Shik Syena yang harus hidup bertahun-tahun sendiri tanpa Keluarga inti. Jujur saja merasakannya saja gue sangat dalam.


Mungkin pelajaran dari drama tersebut yang seharusnya menjadi PR gue kali ya. Gue tulis disini dulu kali ya, semoga bisa tercentrang dapat gue lakuin:
1. Mencoba menjadi anak yang bisa menjelaskan secara baik segala apapun yang gue mau, agar bisa dipahami oleh orangtua. Jangan setengah-setengah kalau mau jelasin. Jangan ditahan cuma karena sebal dapat teguran. Mungkin ini bisa gue implementasikan dari keinginan ketika suatu saat gue mau melepaskan rasa zona nyaman dirumah, mencoba mengarungi masa dewasa diluar rumah secara Mandiri. Seharusnya bisa dijelaskan dengan sebaik-baiknya.
2. Jangan pernah lupa dengan Keluarga Syen apapun bentuknya, walaupun lu hidup sebagai anak yang tidak pernah memberikan ucapan hangat atau mengungkapkan rasa sayang. Tapi setidaknya dengan tindakan, pengorbanan yang bisa lu lakuin tolong balik untuk Keluarga luwangin waktu yang ada untuk keluarga. Jangan sok sibuk dengan dunia sendiri, setidaknya mengangkan telfon harus bisa dilakuin.
3. Cita-cita gue adalah hidup dewasa tanpa merepotkan orang tua. Gue tidak mau lagi memberatkan tanggung jawab Keluarga gue kelak dalam hal menjaga anak ke Ibu gue yang sudah bertahun-tahun kasih ke gue. Paling tidak lu jangan cuma jadi IRT, tapi syen bisa bisnis kecil-kecilan biar ga bosan jaga anak aja (tuwir syena).

Sudah itu dulu, semoga perlahan bisa dijalankan ya Syen. 

Selamat malam Syena manusia kaku, sudah sok tuwir ini.


Postingan Populer