Menjadi Pribadi Cuek

 


Menjadi Pribadi Cuek

Kayaknya kali ini di blog gue, mau gue namain segment ini ah. Namanya segmen, Jelajah Diri. Sebenarnya filosofinya datang dari film yang habis gue tonton, yaitu Ali & Ratu-ratu Queens. Tapi karena gue belum punya persiapan untuk pergi ke luar negeri, gue mau mengeksplor diri gue yang masih banyak harus gue sadarkan. Jadi, simpel sebenarnya. Jadi simpel sebenarnya tujuan gue menamai itu, gue mau segment ini bisa menyadarkan gue sendiri untuk terus belajar segala kekurangan diri gue, untuk bisa pergi ke tempat/proses yang jauh lebih baik lagi.

Ditambah film itu sebenarnya ada hubungannya juga sama cerita yang akan gue tuangin di segment Jelajah Diri pertama ini. Yuk lah, masuk ke cerita gue hari ini. 



Dear me, 

Edisi kali ini sebenarnya gue cuma mau cerita sendiri sama diri gue yang kadang suka tidak menyadari kekurangannya ini. Jadinya manggilnya gitu HAHAHA. 

Memang dasarnya, gue menyadari bahwa gue tumbuh sebagai manusia yang sangat independent. Hal itu terbukti dari gue yang terkadang suka males milih politik. Wkwkw. Tapi tenang, gue bukan warga negara yang golput begitu saja membiarkan hak gue tidak dipakai. Eh, tapi bukan itu yang mau gue ceritain sama diri gue wkwk. Cuma rasa-rasanya tumbuhnya Syena sebagai orang independent sangat berpengaruh sama hubungan yang gue jalani oleh orang sekitar. 

Ya, gue disadarkan pengaruh besar dari pertumbuhan sebagai orang yang independent. Punya teman banyak, tapi rasa-rasanya tidak pernah ada percakapan tentang proses hidup yang intens. Gue sudah terbiasa untuk merasakan hal-hal yang gue rasa berat sendiri, seperti sedih, gelisah, capek. Lalu kalau rasa ringan seperti happy, bangga bagaimana? Ya, hal-hal ringan saja sebetulnya bisa gue salurkan kepada keluarga gue aja itu juga. 

Terlahir mempunyai identitas seperti itu. Sekarang gue merasakan bahwa nyatanya gue tidak punya tempat untuk meluapkan cerita-cerita berat gue ke manusia. Mungkin ke Tuhan gue, sering banget kali ya. Tidak hanya melalui ibadah, wkwk. Bahkan tiap hari mungkin hati gue selalu curhat ke Tuhan. Kadang jadi gak formal rasanya. HEHEH.

Hal itu yang gue rasain terkadang menjadi sense yang kurang dari gue. Misalnya saja, sore ini gue mendengar kabar teman dekat gue secara tiba-tiba ternyata mengalami banyak progress dalam hidupnya. Rasanya bahagia lah, temen sendiri bisa mewujudkan cita-cita yang emang gue sudah tahu sejak bersahabat dengannya. 

Dari kejadian itu, gue menyadari rasanya gue memang terlahir sebagai anak yang dasarnya tidak peka. Bahkan gue bisa mengakui pernyataan orang yang menganggap diri gue yang cuek. Sangking cueknya, gue baru menyadari bahwa ternyata gue tidak pernah mengetahui keadaan orang-orang sekitar dengan secara intens. Nyatanya, seperti informasi bahagia teman gue itu. Gue harus tahunya melalui sosial media, bukan secara langsung dari mulutnya. HAHA Syen Syen, kayaknya lu terlalu fokus sama bahagia diri lu aja. 


Sebenarnya gue sudah menyadari hal itu sejak lama, gue selalu merasa teman curhat gue ada media sosial. Misalnya kalau gue bosan, gue larinya ke twitter. Kalau gue sedih atau lagi tidak punya semangat, larinya ke instagram. Kalau gue mau happy buat mengisi mood gue, larinya ke youtube atau tiktok. Sebenarnya sekarang lu lagi BAPER sih Syen. Makanya lu lari ke blog wkkw. 

Kadang hal-hal itu yang menyadarkan gue, ditambah kejadian tahu kabar teman gue tadi malah makin menghadirkan sekecil rasa sesak.Gimana gak sesak, gue selalu melakukan itu tanpa disadari bahwa hal-hal semacam itu bukan untuk kebutuhan manusia yang mau diakui keberadaannya?. 

Sebenarnya gue tipe orang yang sangat fast respon dalam menjawab setiap pesan di dalam gadget gue. Tapi ternyata tidak gue manfaatkan untuk sekedar merakit kabar bersama dengan teman-teman gue. Padahal mereka teman gue, tapi kenapa gue merasa gue tidak pernah dijadikan tempat untuk mereka cerita. Mungkin jawabannya karena gue sendiri yang tidak terbuka? Kayaknya iya deh, WKWK. Sadar kan ya Syen sekarang? 

Sebenarnya gue menemukan titik kesalahan gue adalah itu. Yaitu diri gue tidak punya sense of self opened. Yap karena ya kalau secara teori, proses komunikasi untuk mencapai diakui keberadaan seseorang itu seharusnya ya adanya keterbukaan dan perbincangan yang timbal balik. Tapi lu melakukan cara komunikasi yang salah padahal lu anak komunikasi. Untungnya lu belajar kayak gitu ya Syen, makanya sekarang sadar. Menertawakan diri sendiri, HAHAHA. 

Tapi sekarang gue bukan mau menyalahkan sifat gue dari penyadaran ini. Karena gue sudah terlalu menyayangi diri gue lebih dari apapun. Sudah terlalu butuh effort buat membangun hal itu. Jadi, gue tidak akan menuntut diri gue buat berubah. Hanya saja, cerita ini menjadi ketukan untuk diri gue yang cuek ini, untuk bisa memanfaatkan waktu hanya sekedar menanyai kabar orang sekitar ya Syen. Sekedar menghabiskan waktu berapa banyak untuk sekedar tidak menanyai kabar orang sekitar? 

Karena percuma Syen kalau cuma berpikir lu pingin orang bisa terbuka, kalau lu sendiri aja gak punya hal itu. Lu masih susah buat cerita ke manusia, tapi malah memilih jalur benda mati. Rasanya sekarang, gue bergejolak aja. Cuma mau diakui saja yang menang dalam pikiran gue, tapi lewat cerita ini menjadi penanda ya Syen lu juga harus bisa pelan-pelan berubah. 

Sebenernya gue gangerti apa benang merah yang mau gue kasih untuk kali ini. Gue cuma menyesal, tidak menjadi bagian dari proses orang-orang sekitar gue. 

Sekian.

Warmest regards, 

From yourself, Syena. 

Postingan Populer